Prabowo Sebut Kerugian Negara Akibat Beras Oplosan Capai Rp 100 Triliun Tahunan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya pernah menyampaikan bahwa praktik beras oplosan telah merugikan negara hingga mencapai angka yang sangat besar. Dalam sebuah pernyataannya, Presiden Prabowo Subianto menyoroti bahwa kerugian tersebut mencapai sekitar Rp 100 triliun setiap tahun. Hal ini tidak hanya berdampak pada perekonomian nasional, tetapi juga mengganggu rasa keadilan masyarakat di tengah situasi harga bahan pokok yang semakin meningkat.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, memberikan tanggapan terhadap isu ini dengan menilai bahwa besarnya kerugian finansial yang dialami negara menjadi bukti adanya kelemahan dalam sistem distribusi pangan nasional. Ia menekankan bahwa masalah ini lebih dari sekadar soal uang, karena skandal ini juga memengaruhi para pedagang kecil yang justru menjadi korban dari rantai distribusi yang tidak transparan.
“Banyak pedagang kecil yang menjual produk dengan niat baik, tetapi akhirnya terkena dampak negatif karena kualitas produk tidak sesuai dengan label yang diberikan,” ujar Puan kepada wartawan pada hari Kamis (24/7). Ia menegaskan bahwa negara harus segera bertindak untuk menegakkan keadilan dalam sektor pangan. Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta untuk segera mengambil langkah-langkah konkret terhadap pelaku-pelaku yang terlibat dalam praktik oplosan beras ini.
Puan menekankan bahwa tidak boleh ada lagi konsumen dan pedagang kecil yang menjadi korban dari tindakan curang yang dilakukan oleh pihak tertentu. Ia menyerukan agar pemerintah dan lembaga penegak hukum segera melakukan tindakan tegas terhadap pelaku-pelaku yang terlibat dalam kasus ini.
Langkah-Langkah yang Disarankan oleh Puan Maharani
Dalam upaya menangani masalah ini, Puan Maharani mengusulkan beberapa strategi yang dapat diterapkan. Salah satunya adalah dengan membuka data nama-nama produsen dan merek beras yang terlibat dalam praktik oplosan. Langkah ini diharapkan dapat membantu memulihkan kepercayaan publik terhadap produk beras yang beredar di pasar.
Selain itu, ia juga mendesak adanya investigasi terhadap kemungkinan keterlibatan kartel atau praktik monopoli dalam distribusi beras premium. Menurut Puan, hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa pasar beras tidak dikuasai oleh segelintir pemain besar yang tidak bertanggung jawab.
Ia juga menilai bahwa Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus terlibat aktif dalam membongkar akar masalah yang ada. Puan menegaskan bahwa perlindungan terhadap pedagang kecil dan konsumen harus menjadi prioritas utama dalam situasi ini.
Perlindungan bagi Pedagang Kecil dan Konsumen
Puan mengingatkan bahwa ketahanan pangan nasional tidak bisa dibangun di atas praktik curang dan manipulasi mutu. Ia menekankan bahwa keadilan ekonomi dari hulu ke hilir, mulai dari petani hingga ke meja makan rakyat, harus benar-benar diwujudkan.
“Bila distribusi pangan terus dikuasai oleh segelintir pemain besar tanpa pengawasan ketat, ditambah praktik-praktik curang, maka rakyatlah yang menjadi korban. Negara tidak boleh membiarkannya,” pungkasnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan afirmatif yang bertujuan melindungi pedagang pasar dari dampak reputasi yang buruk. Selain itu, pemerintah juga perlu membuka ruang pemulihan ekonomi secara adil bagi para pelaku usaha kecil yang terkena dampak dari kasus ini.
Dengan langkah-langkah yang disarankan, Puan berharap dapat memberikan solusi yang efektif dalam mengatasi masalah beras oplosan yang selama ini merugikan negara dan masyarakat.