Sunday, August 3, 2025
Google search engine
HomeberitaMengatur Harapan dalam Bekerja dengan Saudara

Mengatur Harapan dalam Bekerja dengan Saudara

Bekerja dengan Saudara: Keuntungan dan Tantangan yang Perlu Diperhatikan

Bekerja bersama orang yang sudah kita kenal sejak kecil bisa terasa menyenangkan, terutama jika itu adalah saudara sendiri. Kita sudah tahu karakter mereka, gaya komunikasi, bahkan makanan kesukaan. Tak perlu repot-repot membangun hubungan baru karena sudah sangat akrab.

Namun di balik kenyamanan tersebut, sering kali ada satu hal yang sering terlewat, yaitu ekspektasi. Jika tidak dikelola dengan baik, ekspektasi terhadap saudara bisa menjadi sumber konflik, bahkan dalam hubungan darah sekalipun.

Antara Nyaman dan Terlalu Nyaman

Saya pernah mengalami dinamika unik saat bekerja di sebuah perusahaan kecil. Di sana, saya memiliki dua bos yang merupakan saudara kembar. Setiap hari, pasti ada saja perdebatan yang terjadi. Mulai dari jadwal kerja yang padat, materi les, hingga urusan makan malam. Seperti Upin dan Ipin, setiap perbedaan pendapat biasanya dimenangkan oleh sang kakak. Meskipun mereka sering menggunakan bahasa Mandarin, bahasa tubuh mereka cukup jelas menunjukkan bahwa sedang berada dalam perdebatan.

Karyawan yang hanya bisa mengucapkan “xie xie” (terima kasih) pun bisa merasakan adanya konflik internal keluarga yang terbawa ke lingkungan kerja. Konflik ini nyata dan sering kali melelahkan.

Kenyamanan yang Bisa Mengaburkan Batas Profesional

Banyak orang mengatakan bahwa bekerja bersama saudara itu nyaman, dan memang ada benarnya. Tidak perlu masa adaptasi panjang karena kita sudah tahu bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, apa yang membuat mereka kesal, dan bagaimana menyikapinya.

Namun justru karena terlalu nyaman, batas profesional bisa jadi kabur. Ada kalanya, saking akrabnya, pekerjaan yang seharusnya dijalankan dengan struktur menjadi longgar. Teguran bisa tidak dianggap serius karena disampaikan terlalu santai. Kritik tidak diterima karena merasa lebih tahu. Atau bahkan perasaan sungkan muncul ketika harus memberi evaluasi secara objektif.

Urusan Pribadi yang Menyusup ke Dunia Kerja

Hubungan saudara tidak pernah benar-benar netral. Ada sejarah panjang di baliknya. Entah itu soal kecemburuan masa kecil, urusan bisnis keluarga, atau rasa tidak enakan. Semua hal ini bisa menyusup ke ruang kerja dan mengganggu pengambilan keputusan.

Yang paling terasa adalah ketika konflik muncul apakah bisa dibicarakan secara terbuka? Atau justru makin sulit karena takut merusak hubungan keluarga? Kadang, pekerjaan justru jadi korban. Energi yang seharusnya digunakan untuk berkolaborasi justru habis untuk menyelesaikan konflik kecil yang tidak selesai-selesai.

Lebih repotnya lagi, karyawan lain bisa ikut terlibat dalam “drama keluarga” yang tidak mereka pahami sepenuhnya.

Saudara Tetap Saudara, tapi Pekerjaan Tetap Pekerjaan

Tidak semua orang cocok bekerja dengan saudara sendiri. Namun, bukan berarti itu tidak mungkin. Kuncinya ada pada pengelolaan ekspektasi terhadap saudara, terhadap diri sendiri, dan terhadap peran profesional masing-masing.

Sejak awal, jelas kan mana ranah kerja dan mana ranah pribadi. Jangan mencampuradukkan. Tetapkan batas dan cara komunikasi yang sehat. Sebab hubungan keluarga yang baik pun bisa rusak jika tidak diimbangi dengan profesionalisme di tempat kerja.

Ingat, hubungan darah seharusnya jadi kekuatan, bukan hambatan dalam pekerjaan. Namun agar itu bisa terwujud, perlu usaha dari kedua pihak untuk menjaga keseimbangan antara rasa sayang dan tanggung jawab.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments